Perilaku homoseksual menjadi ancaman bagi negeri ini. Pada Hidayatullah.com, dr. Rita Fitriyaningsih yang sudah 9 tahun menjadi mitra LSL atau GWL (Gay, Waria, Laki laki seks dengan laki laki) mengatakan, perilaku homoseksual dapat menular kepada orang lain. Mereka yang LGBT dan pendukungnya pun belakangan makin gencar beraksi dengan mendapat justifikasi dari ide liberalism, kebebasan berekspresi yang dibangun atas ideology sekuler yang menafikan agama dari kehidupan. Psikiater Dadang Hawari Psikiater dari UI pun menegaskan, LGBT termasuk homo, merupaakn penyakit kelainan kejiwaan.
Gencarnya aksi pendukung LGBT juga memasuki dunia kampus. Menurut aktivis LGBT, karena mahasiswa adalah masyarakat akademis yang bisa diajak dialog. Harapannya mereka nantinya bisa mempengaruhi mahasiswa awam agar bisa menerima kaum non heteroseksual ini. Padahal orang yang tadinya tidak homoseksual dapat menjadi homo jika terus berinteraksi atau berada di dalam komunitas homoseksual. Semakin meningkatnya pelaku homoseksual berkorelasi pada meningkatnya kaum sodomi. Di beberapa negara, komunitas ini sudah mendapat tempat, meski ada juga yang masih ragu dan malu malu untuk bersikap.
Pelaku LGBT pun rawan tertular HIV / AIDS. Di Indonesia virus ini sudah ada sejak 1982 dan terus berkembang secara masif hingga kini. Dua tahun lalu Komisi Penanggulangan AIDS Kota Depok yang melakukan pemetaan terhadap kaum homoseksual di Kota Depok Jawa Barat terkejut karena sudah ada 5.791 orang yang menjadi homoseksual di kota tersebut. Bahkan menurut Komunitas Kemanusiaan Indonesia (KAKI) yang ikut melakukan pendataan terhadap jumlah kaum homoseksual di Kota Depok, ditemukan ada anggota komunitas yang berumur 14 tahun.
Bagaimana kita menyikapi soal LGBT ini?
Priyanto – Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2016 : Tidak diterima oleh semua Agama
Menurut saya, LGBT, Lesbian, Gay, Bisex, Transgender tidak bisa diterima oleh semua agama. Kita adalah bangsa yang menganut sila Ketuhanan yang Maha Esa, otomatis kita harus menolaknya.
Gaya budaya LGBT ini kini sering ditampakkan di sosmed. Hal ini tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Namun karena akhir akhir ini banyak yang membela, mereka jadi berani tampil dan meminta perlakuan yang sama.
Kalau kini mereka mulai menyisir dunia kampus, karena kampus itu kan terdiri dari berbagai komponen diantaranya mahasiswa. Dan mahasiswa adalah masyarakat intelektual yang berpikiran terbuka. Maka berbagai paham pun ingin masuk ke dunia mahasiswa bukan hanya LGBT saja. Mahasiswa kan kelak akan terjun ke masyarakat. Jadi mahasiswa dianggap perlu untuk dijejali berbagai paham sesuai yang diinginkan agar bisa tersebar di masyarakat.
Mahasiswa memang tentan terhadap hal tersebut, apalagi dengan kehidupan kostnya. Hidup jauh dari orang tua, membuat mahasiswa kurang perhatian dan monitoring. Maka tak heran bila mahasiswa pun menjadi salah satu sasaran. Berbagai iming iming pun diberikan, misalnya dengan memberikan berbagai kesenangan yang tampaknya menjanjikan.
Dengan berbagai fenomena yang ada di kampus sebagai mahasiswa kita harus berhati hati dalam berteman, kalau ingin berorganisasi pilihlah yang memang mendapat legalitas dari kampus. Jangan bergabung dengan komunitas yang tidak jelas. Kalau mendapat legalitas dari kampus, tentunya kampus akan ikut memonitor. Dan pastinya organisasi ini akan terbuka sehingga akan mudah bagi kita untuk mengawasi kegiatannya. Begitu juga dalam memilih teman dekat.
Pencegahan yang paling penting memang bekal dari rumah. Bekal agama yang kuat membuat kita tidak akan mudah tergelincir pada hal hal yang tampaknya menyenangkan padahal menjerumuskan. Kita harus sadar, tujuan utama kita kuliah adalah mencari ilmu.
Mardyanah – Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2016 : Memperluas Jaringan
Sebagai bangsa yang bergaul dengan komunitas masyarakat dunia, sudah menjadi konsekuensi segala paham akan masuk ke negara kita. Mulai dari fashion, musik, gaya hidup, makanan, dan sebagainya. Termasuk, paham yang baik dan tidak baik. Begitu juga halnya dengan dunia kampus yang terdiri dari berbagai orang dengan beragam latar belakang. Kampus dengan mahasiswanya akan menjadi sasaran bagi pemahaman tertentu. Karena dukungan dari maahsiswa dirasa penting karena mahasiswa dipandang sebagai masyarakat intelektual.
Begitu juga pemahaman LGBT. Karena itulah kita harus berhati-hati dalam memilih teman. Bertemanlah secara terbuka agar pertemanan kita diketahui teman yang lain sehingga akan lebih mudah orang menilainya. Mahasiswa harus punya wawasan yang luas sehingga tidak akan menjadi korban pemahaman tertentu. Kita harus dan mengenali konsekuensi atas suatu pilihan. Jangan sekedar ikut ikutan hanya akrena ingin mendapat kesenangan sesaat.
Yang saya tahu, perilaku LGBT itu menular. Maka sudah pasti mereka yang LGBT akan memperluas jaringannya dengan cara mencari pejuang baru. Haursnya mahasiswa berpegang teguh pada norma budaya dan agam. Jangan segan menolak sesuatu yang bertentangan dengan kedua hal tersebut. Jangan mau dimingi imingi demi hak asasi manusia ataupun pemikiran yang terbuka. Karena pemikiran pun harus sesuai norma di masyarakat.
Saat ini pertarungan antara yang pro dan menolak tampak seru./ Padahal menurut saya sih mayoritas masyarakat kita menolak paham tersebut. Namun karena yang pro gerakannya masif dan sistematis seolah olah banyak pendukungnya.
Itu memang fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Sebagai masyarakat kampus, kita tidak boleh jadi sasaran. Kita kan sudah dibekali ilmu dan iman. Saat seperti inilah kita harus menolak sesuatu yang tak sesuai. Menurut saya mahasiswa yang berprilaku LGBT sepertinya lebih karena perilaku asalnya sudah demikan sebelum kuliah. Masalahnya biasanya mereka akan mencari mangsa baru. Disinilah yang membuat kita harus berhati hati
UGNews – Vol 14. No. 23 – 20 Januari 2018
The post LGBT appeared first on UG News Megazine on The Internet.